Catatan Kecil Perjalanan ke Desa Karanganyar dan Desa Labuhan Pandeglang.
Perjalanan di awal tahun ini menuju desa Karanganyar, di rumah Pak Lurah. Pendampingan psikososial pada anak2 berbeda dengan bencana alam di tempat lain di Nusantara. Dimulai dengan mendongeng dan mengaitkannya dengan gerakan Brain Gym, sehingga selain menghibur, dan merangsang imajinasi otak, gerakan Brain membantu supaya tubuh dan otak lebih terintegrasi sehingga stres dapat diredakan. Cukup terkejut saat ada anak yg berbadan kecil seperti kelas 5 SD tapi sudah SMP dan SMA, yg berarti mereka generasi yg sudah mengalami “stunting”. Catatan penting untuk Pemerintah sekarang dan yg akan datang bahwa generasi Z dan Milenial yg mengalami stunting bukan hanya nun jauh di pelosok terjauh dan terpinggirkan. Bahkan terjadi di tempat yg berjarak 4 jam dari Jakarta 😢. Sore harinya sambil menunggu orang tua belajar memasak PMBA untuk adik bayi dan balita dengan dr Tan. Saya melihat ada dua anak yg sedang membaca dengan terbata2. Yg satu kelas satu SD, Tetehnya kelas 5 SD. Saya mulai mengajak mereka belajar menulis dengan menggunakan gerakan abjad 8. Memperkenalkan aspek spasial dari abjad, dikaitkan dengan menggambar dengan pola dasar abjad, sangat seru dan menyenangkan. Yang menjadi catatan kecil namun dengan garis bawah yg “tebal”, mereka sudah tdk lagi mengenal tulisan tegak bersambung, yg sangat vital untuk mendukung kemampuan ekspresi emosi 😥. Dari semua anak SD dan SMP yg ikut menggambar mereka merasa susah dengan pelajaran matematika. Jangan salah, saya tidak mengajarkan mereka rumus matematika. Namun mengajarkan bagaimana untuk siap belajar dan membuat belajar itu menyenangkan. Belajar bukan hanya tentang duduk dan mempelajari apa yg saya baca dan tulis, tapi tentang kesiapan indera dan postur saya sehingga saya memiliki cukup banyak energi untuk otak bekerja dengan maksimal. Kami tutup pendampingan dengan melakukan PACE sambil menyanyi bersama “naik ke puncak Gunung”. 🤗
Perjalanan di awal tahun ini menuju desa Karanganyar, di rumah Pak Lurah. Pendampingan psikososial pada anak2 berbeda dengan bencana alam di tempat lain di Nusantara. Dimulai dengan mendongeng dan mengaitkannya dengan gerakan Brain Gym, sehingga selain menghibur, dan merangsang imajinasi otak, gerakan Brain membantu supaya tubuh dan otak lebih terintegrasi sehingga stres dapat diredakan. Cukup terkejut saat ada anak yg berbadan kecil seperti kelas 5 SD tapi sudah SMP dan SMA, yg berarti mereka generasi yg sudah mengalami “stunting”. Catatan penting untuk Pemerintah sekarang dan yg akan datang bahwa generasi Z dan Milenial yg mengalami stunting bukan hanya nun jauh di pelosok terjauh dan terpinggirkan. Bahkan terjadi di tempat yg berjarak 4 jam dari Jakarta 😢. Sore harinya sambil menunggu orang tua belajar memasak PMBA untuk adik bayi dan balita dengan dr Tan. Saya melihat ada dua anak yg sedang membaca dengan terbata2. Yg satu kelas satu SD, Tetehnya kelas 5 SD. Saya mulai mengajak mereka belajar menulis dengan menggunakan gerakan abjad 8. Memperkenalkan aspek spasial dari abjad, dikaitkan dengan menggambar dengan pola dasar abjad, sangat seru dan menyenangkan. Yang menjadi catatan kecil namun dengan garis bawah yg “tebal”, mereka sudah tdk lagi mengenal tulisan tegak bersambung, yg sangat vital untuk mendukung kemampuan ekspresi emosi 😥. Dari semua anak SD dan SMP yg ikut menggambar mereka merasa susah dengan pelajaran matematika. Jangan salah, saya tidak mengajarkan mereka rumus matematika. Namun mengajarkan bagaimana untuk siap belajar dan membuat belajar itu menyenangkan. Belajar bukan hanya tentang duduk dan mempelajari apa yg saya baca dan tulis, tapi tentang kesiapan indera dan postur saya sehingga saya memiliki cukup banyak energi untuk otak bekerja dengan maksimal. Kami tutup pendampingan dengan melakukan PACE sambil menyanyi bersama “naik ke puncak Gunung”. 🤗
Catatan kecil di hari tahun yg baru, desa Labuhan Pandeglang, pasca bencana:
1.
Temuan anak2 di usia tumbuh kembang, mrk memang kelihatannya "tumbuh",
tapi kembangnya tdk optimal. Usia duduk, merangkak dan kemampuan motorik
kasar-halus kerap terlambat.
2. Kemampuan baca tulis juga bermasalah. Banyak anak usia SD menarik diri karena "minder" belum bisa baca
3.
Hal ini jika ditarik ke depan usia dewasa, terlihat kelompok masyarakat
desa TIDAK BISA melalui proses belajar biasa. Kemampuan abstraksi
apalagi melakukan sendiri TANPA adanya contoh nyata amat tdk mungkin jk
yg kita harapkan perubahan perilaku.
4. Hal-hal di atas merupakan rekomendasi penting bagi pemangku kebijakan dan penentu keputusan
5.
Sekali lagi, di pelosok (padahal kabupaten pandeglang hanya 4 jam
bermobil dr jkt) membutuhkan pembaharuan keilmuan nakes, diseminasi CARA
penyampaian materi ke publik yg sifatnya non-teoritis.
6.
Benturan program akan terjadi jk nakes tdk punya pemahaman komprehensif
dan kemampuan komunikasi yg baik. ASI eksklusif tdk akan bs tercapai
(apalagi smp 2th atau lbh) jk berbenturan dg program KB hormonal. Nakes
tdk cukup informasi ttg menyusui dan penjarakan kehamilan berikutnya.
Dan msh bnyk nakes yg punya "kepentingan" dg susu formula shg ASI
bercampur dg formula. ASI yg tdk eksklusif inilah yg membuat peluang
hamil terjd lagi.
7. Anggota keluarga yg merokok, tdk
pernah dianggap sbg kontributor tdk langsung thd stunting. Di pelosok
org lbh takut thd kecacingan.
Comments
Post a Comment